Rabu, 30 Maret 2011

A Little Piece Of Heaven (Part II)

Hari ini aku dan beberapa temanku mengikuti tambahan pelajaran Biologi. Beberapa anak keluar untuk makan siang di kantin, sedangkan sebagian lainnya termasuk aku memilih beristirahat di dalam ruang kelas. Membosankan. Aku, Casey, dan, Zee telah kehabisan topic pembicaraan dan lelah. Aku menyangga kepalaku dengan tangan kiriku dan menampakkan ekspresi bosan dan setengah mengantuk. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang mampu menarik perhatianku. Aku melihat Dylan bersama dua temannya berjalan keluar ruang kelas. Sebelumnya aku tidak menyadari keberadaan mereka di dalam ruangan ini. Tiba-tiba saja aku teringat masa-masa di Bat country Junior High School. Rasa rindu yang begitu besar itu kembali menghadiri rongga hatiku di antara kenangan-kenanganku bersama Dylan. Akan tetapi, semakin lama rindu itu terasa begitu menyakitkan. Mungkin karena rindu itupun ikut terluka mengetahui bahwa Dylan kini telah jauh berubah dan tak mau mengenaliku lagi.
Satu menit kemudian, Dylan kembali entah-dari-mana. Ia berhenti di dekat pintu. Lalu aku melihat dia sedang bicara dengan seorang gadis. Gadis itu memiliki rambut hitam kemerahan lurus sebahu mirip rambutku yang diikat dengan ikat rambut berwarna biru keunguan yang sangat mirip ikat rambutku dulu. Aku dapat melihat bahwa Dylan benar-benar memperhatikan gadis itu sampai-sampai aku merasa cemburu hingga merasuki tulang rusukku, menyesakkan dadaku.
Namun, kemudian gadis itu pergi. Dan yang terjadi selanjutnya, Dylan beralih memperhatikanku, aku yang menyadari hal itu langsung mengalihkan pandanganku dan berpura-pura cuek. Akan tetapi, aku dapat merasakan bahwa Dylan terus memperhatikanku, sehingga aku pun balik memandangnya. Aku langsung terbius oleh tatapan mata hitamnya yang Maha Indah itu. Aku tak mampu mendeskripsikan tatapan terindah untuk ku itu. Tapi kau bisa membayangkan caranya menatapku hampir sama seperti cara Edward cullen menatap Bella Swan di Twilight.. Dn di saat aku menatap matanya, aku merasa seakan-akan dia benar-benar menyayangiku. Tapi entah mengapa aku malah merasa begitu menderita hinga lubuk hatiku seakan terkoyak-koyak tak berdaya.
Seize the day or die regretting the time you lost
It’s empty and cold without you here
Too many people to ache over


Suara Matty di lagu Seize The Day-nya A7x memenuhi telingaku, menuntun kesadaranku berpijak dari dunia mimpi menuju dunia nyata. Sedikit demi sedikit aku membuka kedua mataku. Awalnya hanya samara, semakin lama semakin jelas. Yang kulihat pertama kali adalah langit-langit kamarku.
Dylan….Aku memimpikannya lagi, hatiku berbisik seraya mengenang mimpi itu dalam memori otak dan hatiku.

Hufh hamper saja. Satu menit lagi gerbang Bat Country High School akan segera ditutup. Kini aku mendapati diriku berlari-lari menuju lokerku. Kali ini aku tak bias bersantai-santai seperti biasanya karena kelas pertama ku hari ini adalah kelas Aritmatika. Guru Aritmatika ku sekarang adalah Mrs. Tarice, dia benar-benar membenciku sejak dia memergokiku bertepuk tangan (aku hanya menepukkan tanganku tanpa suara dan wanita berperawakan serta berwajah mirip Dolores Umbridge dalam Harry Potter itu melihatku) saat kelas Aritmatikanya usai.
Selama di perjalanan menuju lokerku, aku hanya melihat beberapa anak yang belum dan sedang menuju kelas mereka. Saat aku hendak berbelok di koridor yang lengang, tba-tiba aku menabrak seseorang dari arah yang berlawanan. Aku tak bias menjaga keseimbanganku sehingga jatuh terduduk. Ternyata orang yang kutabrak adalah Bryan. Ia terhuyun-huyun dan kelihatannya berhasil menjaga keseimbangannya.
“Err, maafkan aku”, aku mengatakannya dengan nada yang kubuat terdengar menyesal. Namun, dia tidak mempedulikanku. Dia langsung melesat pergi. Dia sama sekali tidak menatapku. Dia bahkan tidak menyapaku.
Bryan benar-benar membenciku…..
Setelah mencapai lokerku, aku tidak membuang-buang waktu dan langsung melepaskan dan menyimpan jaketku ke dalam loker. Aku hanya mengambil 3 buku karena hari iniaku hanya mengikuti kelas Aritmatika, Biologi, dan Sejarah.
Ketika aku sampai di depan ruang B-11, aku melihat pintunya telah tertutup dan aku bias mendengar suara Mrs. TArice yang kedengarannya sedang menjelaskan pelajaran. Aku dilemma. Jika aku masuk, maka besar kemungkinannya Mrs. Tarice akan memberiku hukuman meski aku baru terlambat 3 menit, aku tidak akan pernah lupa bahwa dia membenciku. Sedangkan jika aku memilih membolos kelasnya, tidak diragukan lagi dia akan mengurangi nilaiku atau memanggilku di lain kesempatan untuk member hukuman yang sangat berat. MAsuk, tidak, masuk, tidak, masuk, tidak…..Tiba-tiba aku mendengar Mrs. Tarice berkata, “Well, aku ingin melihat buku tugas kalian. Aku tidak ingin ada yang lupa mengerjakannya. Aku tidak menerimaalasan apapun”. Secara reflex, aku pun menepuk jidatku. Astaga, aku belum mengerjakan tugasnya.
Aku harus kabur dari sini….

2 komentar: